-->

Gema Tanimbar Sorot Maraknya Kasus Pelecehan Perempuan dan Anak

Gema Tanimbar Sorot Maraknya Kasus Pelecehan Perempuan dan AnakSAUMLAKI, LELEMUKU.COM - Generasi Membangun (Gema) Tanimbar yang terdiri dari pemuda-pemudi berbagai denominasi gereja dan lintas profesi di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku menyoroti maraknya kasus pelecehan seksual terhadap perempuan dan anak yang tinggi di daerah yang berbatasan langsung dengan Australia tersebut.

Hal tersebut dibahas dalam kegiatan ‘Diskusi Internal Gema Tanimbar’ dengan Tema ‘Hukum Adat dan Pelecehan Seksual di Kepulauan Tanimbar’  yang diselenggarakan di Coffe Joas Jalan Mathilda Batlayeri, Sifnana, Kecamatan Tanimbar Selatan pada Rabu (19/06/2019).

“Perlu kita lihat kasus per kasus sehingga menjadi hal yang kami suarakan secara bersama dan juga di doakan sehingga nasib anak-anak yang jadi korban perlu juga diperhitungkan. Bagaimana dengan masa depan mereka dan penerimaan masyarakat terhadap mereka,” ujar Inisiator Gema Tanimbar, Firman Poceratu saat membuka kegiatan tersebut.

Ia menambahkan jika hasil dari diskusi itu akan menjadi rekomendasi kepada Bupati Tanimbar, Petrus Fatlolon, SH., MH sebagai bahan untuk menjadi sebuah keputusan dalam pelaksanaan penanganan terhadap kasus pelecehan seksual perempuan dan anak dibahwa umur pada daerah dengan 10 kecamatan itu.

“Mari kita berpikir dan berdiskusi tentang apa yang akan Gema Tanimbar lakukan untuk usaha mencegah dan melindungi kasus-kasus pelecehan dari segala kekerasan. Tentunya ada rekomendasi kepada pemerintah untuk menjadi sebuah keputusan dalam pelaksanaan penanganan terhadap isu ini. Gema akan mengawal dan terlibat bersama,” tambahnya.

Dalam diskusi tersebut Kepala Bidang (Kabid) Perlindungan Anak (PA) Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (P3APPKB) Tanimbar, Rin Slarwamin mengungkapkan data kasus tentang perlindungan terhadap perempuan dan anak di bawah umur dari tahun 2017 hingga 2019.

“Kasus anak dan perempuan di Tanimbar tahun 2017 untuk anak berjumlah 18 kasus dan tahun 2018 berjumlah 24 kasus. Selanjutnya kasus terhadap perempuan tahun 2017 sebanyak 18 kasus dan tahun 2018 berjumlah 24 kasus,” ungkap dia.

Selanjutnya Wakil Kepolisian Resor (Wakapolres) Maluku Tenggara Barat (MTB), Kompol Lodevicus Tethool, SH., MH mengatakan bahwa kasus  kekerasan seksual kepada anak dibahwa umur di daerah dengan julukan Bumi Duan Lolat itu sangat meningkat dengan luar biasa dan dipenuhi kasus yang miris. Angkanya mencapai 30 kasus per tahun dan terlihat dari jumlah narapidana pelaku kekerasan seksual di Lapas berjumlah 83 orang dari 121 narapidana. 

“Kita negeri adat, yang berkaitan dengan etika dan moral tetapi disisi lain angka kekerasan seksual khususnya kepada anak sangat amat tinggi dan ini sudah merupakan warning, ini malapetaka karena terkait dengan persiapan SDM kita, ini ancaman besar bagi sumber daya kita,” kata dia.

Tethool pun melihat kasus-kasus yang terjadi tersebut kebanyakan pelakunya adalah orang terdekat dari korban sendiri. Hal tersebut bisa terjadi karena kebanyakan pekerjaan masyarakat Tanimbar sebagai petani yang  bekerja di Nyafar atau ladang dari hari senin hingga jumat dan kembali ke kampung hanya untuk beribadah pada hari Sabtu.

Ia menilai dari sisi adat belum maksimal karena sejauh ini jika ada kasus, keluarga akan sibuk untuk membantu pelaku dengan mengumpulkan uang denda yang akan diberikan kepada keluarga dari korban sebagai denda adat sedangkan anak tidak mendapat keadilan serta ia pun menyarankan baiknya ada sanksi adat yang diberikan kepada pelaku, yaitu hak-hak dari pelaku sebagai anak adat harus tereksekusi, hak-hak mereka sebagai anak adat dipasung karena telah merusak anak adat.

“Dari sisi Adat, penyelesaian secara adat ketikan tejadi keluarga akan sibuk untuk bantu, bantu pelaku untuk berkumpul bukan keluarga korban. Kita sibuk dengan pengurus pelaku kejahatan. Kemudian denda adat diberikan diterima oleh orangtua bukan anak, ini kan tidak adil lagi. Apakah anak-anak ini mendapatkan haknya, Undang-Undang jelas mengatakan kita wajib memberikan perlindungan kepada anak, tetapi selama ini korban tidak mendapatkan keadilan,” ujarnya.

Sementara itu Kepala Kejaksaan Negeri Saumlaki, Frengky Son juga membeberkan data milik pihaknya untuk kasus perlindungan terhadap perempuan tahun 2017 sebanyak 14 kasus dengan rincian penganiayaan melalui Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sebanyak 9 kasus, perkosaan 1 kasus dan penelantaran 4 kasus. Tahun 2018 sebanyak 9 kasus dengan rincian KDRT melalui penelantaran keluarga sebanyak 5 kasus dan penganiayaan sebanyak 4 kasus serta untuk tahun 2019 sebanyak 9 kasus dengan rincian penganiayaan sebanyak 7 kasus dan penelantaran keluarga sebanyak 2 kasus.

Kasus terhadap anak dibawah umur untuk tahun 2017 sebanyak 13 kasus dengan rincian pemerkosaan 11 kasus, cabul 1 kasus dan kekerasan fisik sebanyak 1 kasus. Tahun 2018 sebanyak 18 kasus dengan rincian pemerkosaan 11 kasus, cabul 2 kasus dan kekerasan fisik 5 kasus serta untuk tahun 2019 sebanyak 11 kasus dengan rincian pemerkosaan 4 kasus, cabul 3 kasus dan kekerasan fisik 4 kasus.

“Ada kasus anak SMA, bapak kepada anak kandung atau anak tiri, om ke keponakan, tetangga ke tetangga, mereka menganggap biasa. Kebanyakan kasus itu mereka tidak tahu bahwa ketika mereka lakukan itu terhadap anak di bawah umur, maka tutuntannya bisa enam sampai 12 tahun penjara. Itu supaya memberi efek jerah,” bebernya.

Selain para pemuda dan pemudi Gema Tanimbar, diskusi yang berlangsung dengan penuh keakraban itu dihadiri oleh para pejabat terkait, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan tokoh agama. (Laura Sobuber)

Recent Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel