Benny Wenda Nilai Statemen Beny Wenda Bisa Dijadikan Bahan Koreksi
pada tanggal
Wednesday, December 16, 2020
Edit
JAYAPURA, LELEMUKU.COM – Langkah Ketua The United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Benny Wenda yang mendeklarasikan “pemerintahan sementara” pada 1 Desember 2020 dan mengklaim dirinya sebagai Presiden Negara West Papua yang memiliki konstitusi sendiri, hukum sendiri dan pemerintahan sendiri cukup menarik perhatiaan pejabat di pemerintah pusat dengan beragam pendapat namun sedikit berbeda pendapat Wakil Ketua I DPRP Dr.Yunus Wonda, SH.,MH.
Menurut Wonda Statemen Beny Wenda sesungguhnya bisa dijadikan bahan introspeksi atau evaluasi terkait pendekatan yang dilakukan pemerintah pusat terhadap Papua selama ini.
”Ada pola pendekatan kepada masyarakat Papua yang harus dirubah. Kalau belakangan ini kami melihat seperti kembali ke orde baru maka jika hal tersebut terus diterapkan maka bisa jadi persoalan Papua sama seperti Timor Leste. Pola yang diterapkan perlu dirubah dengan pendekatan kasih, kita tidak bisa selalu mengatakan Papua zona damai tapi tidak melihat jauh ke dalam melainkan ada hal prinsip yang harus dilakukan. Pendapat saya seperti itu, ada pola yang harus dirubah sebab ke depannya generasi Papua tidak lagi berbicara Papua merdeka dan coba lihat mereka yang berteriak merdeka ini bukan generasi tahun 60-70 an melainkan anak – anak era sekarang yang sekolahnya dalam bingkai NKRI,” Beber Yunus Wonda melalui ponselnya kepada sumber Humas DPRP.
Dikatakan Wonda, Yang harus dipertanyakan adalah mengapa generasi sekarang masih berteriak Papua merdeka. Padahal Beny Wenda juga sekolah dalam bingkai NKRI. Lalu jangan mengatakan zona damai jika orang Papua masih menjadi korban penembakan. Dan Yunus mengingatkan bahwa dulu perjuangan Papua merdeka hanya didukung oleh LSM – LSM namun saat ini didukung oleh negara sehingga jangan menganggap isu ini tidak berkembang.
“Jadi pola yang harus dirubah, tak bisa lagi dengan senjata, dengan peluru dan akhirnya hanya menambah panjang daftar kebencian orang Papua,” jelasnya.
Aparat keamanan yang berada di pedalaman juga diminta jangan berlebihan. Jangan karena menganggap jauh dan tidak terpantau publik luas kemudian melakukan tindakan seenaknya. Melakukan pemeriksaan, noken dibongkar segala macam dan akhrnya membuat warga tidak nyaman.
“Selain itu tak hanya soal pembangunan disana sini saya pikir bukan masalah di Papua bukan utamanya pembangunan tapi bagaimana membangun manusianya karena ini jauh lebih penting. Saya mau sampaikan kepada pemerintah pusat untuk jangan kaget dengan statemen Beny Wenda. Kalau mengatakan itu pernyataan tidak sah, itu perbuatan makar, ia bukan warga negara Indonesia lalu mengapa direspon berlebihan. Harusnya memikirkan bagaimana merubah pola pendekatan yang saya maksudkan,” tambahnya.
Ia mempertegas bahwa senjata diberikan kepada TNI Polri untuk melindungi rakyat bukan justru untuk melukai bahkan membunuh rakyat dan hari ini tugas saat ini adalah bagaimana membuat orang Papua mencintai bangsa ini dengan merubah pola pendekatan. Koramil, Polsek semua dibenahi, diingatkan kembali bagaimana hidup berdampingan dengan rakyat. Bukan justru pengiriman pasukan, mengerahkan kekuatan seolah – olah seperti di jalur Gaza.
Ia berpendapat bahwa sebaiknya pasukan yang dikirim ke daerah – daerah ini tidak ditarik semua lalu melakukan pendekatan lewat polsek maupun koramil, ABRI masuk desa dihidupkan lagi agar kehadiran TNI Polri memberi kenyamanan yang sesuai bagi masyarakat seperti dulu.
Lalu disini aparat juga perlu menindak tegas terhadap oknum aparat yang terlibat dalam jual beli peluru.
“Betul senjata hasil rampasan namun amunisi kalaupun hasil rampasan tentu terbatas dan tak ada pabrik peluru makanya ini harus tegas,” singgung Yunus.
Terkait dengan pendekatan, politisi Partai Demokrat ini juga melihat pendekatan aparat saat ini seperti kembali ke jaman Orde Baru. Ini terlihat dari penanganan demo yang dilakukan para mahasiswa yang seperti sudah mau perang. Menurunkan semua kesatuan dan itu dianggap tidak bagus.
“Ini membuat anak – anak Papua merasa bukan bagian dari anak negeri. Kalau hanya menyampaikan aspirasi mengapa tidak diberi ruang dan difasilitasi jadi saya pikir tidak perlu berlebihan menanggapi statemen Beny Wenda melainkan bagaimana melihat ke dalam mengapa ini muncul. Mengapa anak – anak generasi sekarang masih berteriak Papua merdeka, jadi sekali lagi mari pikirkan dan memang ada pola yang harus dirubah dalam menangani Papua,” pungkasnya. (HumasDPRP)