Inilah Kegiatan Tak Tertuang di APBDes Meyano Das Rugikan Negara Rp341 Juta
SAUMLAKI, LELEMUKU.COM - Tim penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Maluku Tenggara Barat (MTB) di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi Maluku akhirnya menjebloskan tiga tersangka (TSK) dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) Dana Desa (DD) Meyano Das, Kecamatan Kormomolin.
Ketiga TSK ini resmi memakai rompi merah muda dan dijemput oleh mobil tahanan menuju penjara sementara di markas Kepolisian Resor (Polres) Tanimbar pada Senin, 8 November 2021.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Saumlaki, Gunawan Sumarsono menjelaskan ketiga TSK tersebut yakni mantan Bendahara, Marsela Fatlolon, mantan Sekretaris Desa, Eferatus Nifanngilyau dan mantan Kepala Desa (Kades), Petrus Canisius Olinger.
“Setelah ketiganya mengambil rapid test, mereka akan dititipkan sementara pada sel tahanan Polres, dan besok pada Selasa 09 November 2021 tim Kejari akan ke Kota Ambon guna persiapan pelimpahan ke Pengadilan Tipikor,” ungkap dia.
Diketahui fakta menarik, sesuai penjelasan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari MTB Bambang Irawan, dari kegiatan-kegiatan yang tidak tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes), salah satunya yakni pembiayaan makan saat kunjungan Bupati Petrus Fatlolon ke Desa Meyano Das.
“Banyak item kegiatan yang tidak ada dan ada yang tidak selesai di APBDes, seperti menara lonceng, saat kunjungan Bupati yang kebutuhan makan diambil dari DD, terus bendahara lakukan penarikan uang untuk belanja upah guru PAUD, padahal tidak ada kegiatan belajar mengajar. Makanya hutang di tahun 2017 tidak diselesaikan,” ujar JPU Irawan.
Dari kasus penyalahgunaan DD dan Alokasi Dana Desa (ADD) tahun anggaran 2017 dan 2018 Desa Meyano Das, negara dirugikan sebesar Rp.341.997.372 dan dari jumlah itu, telah dikembalikan senilai Rp.24.794.958 oleh Petrus Gorisalam.
Tim JPU menuturkan di tahun 2017 terjadi transfer ke rekening toko sebesar Rp.729.479.273. Dari nilai kerjasama itu, total yang dibuatkan nota oleh pihak toko lebih besar. Artinya penarikan barang dan uang tidak sesuai. Dari tujuh buku nota yang ada, tertera Rp.796.191.250 atau selisih Rp.66 juta lebih, dan selisih itu menjadi hutang pihak desa kepada toko. Dari Rp.66 juta lebih itu, terdapat hutang pribadi dari para terdakwa dengan total Rp.31 juta. Sementara riil hutang desa Rp.35 juta, dan hutang tersebut tak kunjung dibayar hingga tahun anggaran 2017 berakhir.
“Ada item 3 pekerjaan yang tidak terlaksana yakni pengadaan bibit kambing Rp.75 juta, padahal sudah ditransfer. Kemudian pengadaan kostum adat, serta dana pembayaran material non lokal. Alhasil, total kerugian negara di tahun 2017 sebesar Rp.79.961.364,” tandas Irawan.
Sementara di tahun 2018, kerjasama dengan toko tersebut tetap dilanjutkan. Dimana ditransfer anggaran sebesar Rp.240 juta lebih, dengan modus yang sama, dimana juga tidak pernah diserahkan daftar rincian barang tetapi hanya dengan nota permintaan saja. Parahnya lagi tidak ada kaitan dengan pengadaan barang untuk desa.
“Total realisasi yang dipakai untuk kebutuhan desa adalah Rp.122 juta dari total Rp.240 juta. Terjadi selisih 57 juta lebih yang digunakan di luar peruntukkan, misalnya diambil oleh kades untuk perjalanan dinas dan lainnya,” tambahnya. (indonesiatimur.co)