-->

Tak Bicara Sengketa Laut, China Janjikan Asean Bantuan Pembangunan, Peningkatan Perdagangan

Tak Bicara Sengketa Laut, China Janjikan Asean Bantuan Pembangunan, Peningkatan Perdagangan.lelemuku.com.jpgBEIJING, LELEMUKU.COM - Negara China berjanji untuk memberikan bantuan pembangunan senilai $1,5 miliar ke negara-negara ASEAN dan membeli produk pertanian senilai hingga $150 miliar dalam beberapa tahun ke depan, di tengah usaha Beijing untuk menancapkan pengaruhnya di Asia Tenggara.

Presiden China Xi Jinping mengumumkan dibentuknya kemitraan strategis komprehensif dengan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dalam pertemuan virtual dengan pemimpin blok regional itu untuk memperingati 30 tahun hubungan China-ASEAN.

“Saya ingin menegaskan kembali bahwa China akan dengan teguh menjadikan ASEAN sebagai prioritas tinggi dalam diplomasi bertetangga, dengan teguh mendukung persatuan ASEAN dan pembangunan Komunitas ASEAN,” kata Xi dalam pidatonya.

Xi menyatakan siap bekerja sama dengan negara-negara ASEAN untuk bersama-sama membangun “perisai kesehatan” bagi kawasan dengan menyumbangkan 150 juta dosis tambahan vaksin COVID ke negara-negara ASEAN untuk mendukung tingkat vaksinasi yang lebih tinggi di kawasan.

China juga akan menyumbangkan tambahan US$5 juta untuk Dana Respons COVID-19 ASEAN, meningkatkan produksi bersama vaksin dan transfer teknologi, dan berkolaborasi dalam penelitian dan pengembangan obat-obatan esensial, untuk membantu ASEAN meningkatkan kemandirian.

“China siap memberi ASEAN bantuan pembangunan senilai US$1,5 miliar dalam tiga tahun ke depan untuk mendukung negara-negara ASEAN dalam menanggulangi COVID-19 dan pemulihan ekonomi,” kata Xi.

Selain itu, China menyatakan siap menerima impor lebih banyak produk berkualitas dari negara-negara ASEAN, termasuk membeli produk pertanian senilai hingga US$150 miliar dalam lima tahun ke depan.

ASEAN tahun lalu menjadi mitra dagang terbesar bagi China, menggantikan Uni Eropa – dimana perdagangan bilateral mencapai U.S $732 miliar.

Xi menyerukan perdamaian bersama di kawasan dengan mengedepankan dialog daripada konfrontasi, membangun kemitraan dibandingkan membentuk aliansi dan melakukan upaya untuk mengatasi dampak negatif yang mengancam perdamaian.

“China dengan tegas menentang hegemonisme dan politik kekuasaan. China mengejar koeksistensi ramah jangka panjang dengan negara-negara tetangga, dan merupakan bagian dari upaya bersama untuk perdamaian yang tahan lama di kawasan itu. China tidak akan pernah mencari hegemoni, apalagi menggertak negara-negara kecil,” kata Xi.

Pernyataan itu muncul beberapa hari setelah kapal penjaga pantai China menyetop dan menyemprotkan air ke arah dua kapal Filipuna yang membawa pasokan untuk tentara di wilayah sengketa Ayungin Shoal di Laut China Selatan dan memaksa kapal Filipina berbalik arah.

Dalam pidatonya di pertemuan China-ASEAN itu, Presiden Filipina Rodrigo Duterte menyatakan kekecewaan dalam insiden tersebut dan mendorong China untuk lebih membuktikan ucapannya dengan tindakan.

“Kami tidak senang kejadian yang baru-baru ini terjadi di Ayungin Shoal dan melihat dengan penuh perhatian perkembangan serupa lainnya. Insiden itu sama sekali tidak menggambarkan hubungan baik dan kemitraan dua negara yang selama ini terjalin,” ujarnya.

Duterte juga menyerukan China untuk mematuhi dan menghormati hukum internasional PBB tentang hukum laut (UNCLOS) 1982 yang mengatur soal hak maritim dan hak berdaulat di atas zona maritim.

Pengadilan arbitrase Den Haag 2016 memutuskan tidak mengakui adanya klaim sembilan garis putus China, namun China menolak putusan tersebut.

“Mari kita menahan diri sepenuhnya dan menghindari eskalasi ketegangan, dan yang terpenting, mari kita bekerja dengan sungguh-sungguh menuju penyelesaian sengketa secara damai sesuai dengan hukum internasional,” kata Duterte.

Dalam pernyataan bersama, para pemimpin China dan ASEAN sepakat untuk menegakkan hukum internasional, termasuk UNCLOS di Laut China Selatan.

Mereka mengatakan penting untuk “menjaga perdamaian dan stabilitas di Laut Cina Selatan” dan menegaskan kembali komitmen mereka terhadap kebebasan pelayaran dan penerbangan di atas perairan.

Perdana Menteri Malaysia Ismail Sabri Yaakob menegaskan sebagai salah satu negara yang mengklaim wilayah Laut China Selatan, Malaysia menganggap hal yang berkaitan dengan perairan itu harus diselesaikan secara damai dan konstruktif.

“Untuk tujuan ini, semua pihak harus menahan diri dan menghindari tindakan yang dapat dianggap provokatif, yang dapat semakin memperumit situasi dan meningkatkan ketegangan di wilayahj tersebut,” ujarnya.

Malaysia juga menekankan pentingnya implementasi penuh dan efektif implementasi Deklarasi tentang Perilaku Para Pihak di Laut China Selatan secara keseluruhan, dan kesimpulan awal dari Aturan Perilaku (code of conduct) yang efektif dan substantif di Laut China Selatan.

China dan ASEAN telah bernegosiasi soal aturan perilaku di Laut China Selatan selama bertahun-tahun namun kemajuan yang dicapai sangat sedikit karena kedua belah pihak tidak dapat menemukan mekanisme untuk memastikan aturan tersebut efektif.

Strategi China


Pakar hubungan internasional dari Australian National University, Hunter Marston mengatakan Beijing merasa perlu untuk melibatkan ASEAN guna ambisi regionalnya.

Pada tahun 2012, ujar dia, China mampu mempengaruhi Kamboja sebagai ketua untuk mencegah masuknya bahasa kritis soal Laut China Selatan yang mengakibatkan kegagalan blok tersebut untuk mengeluarkan komunike untuk pertama kalinya dalam sejarah organisasi.

“ASEAN juga diuntungkan dengan melibatkan China, tetapi sudah menjadi rahasia umum bahwa keterlibatannya telah gagal untuk memperbaiki perilaku koersif China, dan negara-negara ASEAN akan mendapat manfaat dari perdagangan dan investasi China bahkan tanpa diplomasi multilateral,” katanya.

Pakar hubungan internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah mengatakan setiap ada pertemuan dengan negara tetangganya China selalu menggambarkan hubungan baik.

Dalam konteks modern, ujarnya, China menginginkan pembangunannya di seluruh dunia tidak ada gangguan terutama dalam mewujudkan konsep One Belt One Road yang akan hubungkan perdagangan darat dan laut.

“China ingin negara tetangga setuju dalam proyek jangka panjang dia. Untuk itu dia perlu dapat jaminan ASEAN untuk setuju dengan kebijakan China,” katanya.

Sementara itu, pakar hubungan Internasional dari kepala China Studies Center Foundation, Renne Pattirajawane, mengatakan janji manis yang diucapkan China bukan hal yang luar biasa.

“Tidak mengherankan kalau pernyataan itu akan normatif menggambarkan hubungan baik dan kerjasama yang dilakukan,” kata dia.

Hal yang mendesak dengan China yang harus diselesaikan itu adalah negosiasi aturan perilaku (code of conduct) di Laut China Selatan yang saat ini masuk dalam fase pembacaan kedua, kata Renne.

“Ini kan ditunda terus dengan China, problem paling tinggi di ASEAN itu soal Laut China Selatan. Statusnya bagaimana? Dibahas tidak? Ini yang krusial dan harus segera di bahas.” tegasnya.

Myanmar tak hadir


Sementara itu perwakilan Myanmar tidak hadir dalam pertemuan China-ASEAN itu, demikian Menteri Luar Negeri Malaysia Syaifuddin Abdullah.

Sebelumnya, pemimpun junta Min Aung Hlaing juga tidak diundang pada pertemuan tingkat tinggi ASEAN Oktober lalu karena dia dianggap gagal melaksanakan langkah-langkah pemulihan demokrasi setelah kudeta awal Februari tahun ini.

“Kesembilan negara ASEAN menyetujui usulan China agar duta besar Myanmar untuk Beijing mewakili Myanmar pada KTT pagi ini. Namun, pagi ini kami tidak mendapatkan kata akhir dan KTT berlangsung tanpa kehadiran Myanmar,” kata Syaifuddin.

Keputusan menyetujui duta besar Myanmar untuk Beijing itu diambil menyusul pandangan beberapa negara ASEAN agar posisi Myanmar tetap seperti pada KTT ASEAN ke-38 dan ke-39 baru-baru ini.

“Kami memandang Myanmar tetap menjadi anggota ASEAN dan kami memang pagi ini sangat menantikan kehadiran Myanmar. Namun, kami berharap setidaknya ada kemajuan dalam hal penentuan status perwakilan Myanmar, hanya bukan dari sisi kehadiran tetapi setidaknya ada pemahaman siapa yang harus menjadi perwakilan non-politik,” kata dia.

Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah menegaskan Indonesia tetap konsisten dengan pendirian bahwa Myanmar hanya dapat diwakilkan pejabat non-politiknya dalam pertemuan pemimpin ASEAN.

Hal tersebut berlaku sampai Myanmar menaati lima butir konsensus yang disepakati ASEAN April lalu, termasuk menghentikan kekerasan dan melakukan dialog dengan semua pihak termasuk pemimpin sipil yang dijatuhkan dalam kudeta 1 Februari.

“Indonesia konsisten dengan posisinya tentang siapa yang harus mewakili Myanmar dalam pertemuan tingkat tinggi mendatang,” ujar Faizasyah. (Tria Dianti| BenarNews)

Recent Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel