Kapal Tanker Pertamina dari Rusia yang Diblokade Greenpeace Denmark Berlayar
pada tanggal
Thursday, April 7, 2022
Edit
JAKARTA SELATAN, LELEMUKU.COM - Kapal tanker milik Pertamina yang sempat diblokade aktivis Greenpeace di perairan Denmark saat ini telah melanjutkan perjalanan ke China dengan membawa 1,78 juta barel minyak mentah yang dibeli dari Rusia, kata sumber perusahaan, Selasa (5/4/2022).
Kapal Pertamina Prime disewa oleh perusahaan komoditas berbasis di Singapura, Trafigura, bertolak dari pelabuhan Denmark pada 31 Maret setelah menerima transfer minyak mentah dari Rusia dan diperkirakan akan sampai di China pada 26 Mei, kata sumber di Pertamina.
“Kontrak (pembelian minyak mentah) dilakukan sebelum perang (Rusia-Ukraina),” kata sumber yang menolak disebutkan namanya kepada BenarNews.
Kapal tersebut sempat diblokir oleh aktivis Greenpeace dari Denmark pada 31 Maret saat melakukan transfer minyak mentah milik Rusia tersebut.
“Masalah (penghadangan oleh Greenpeace) sudah diselesaikan pada 2 April,” kata sumber tersebut.
Aktivis menyerukan penghentian pembelian komoditas dari Rusia karena tindakannya menginvasi Ukraina.
Direktur Greenpeace di Indonesia, Leonard Simanjuntak, mengatakan bahwa aksi yang dilakukan koleganya di Denmark adalah untuk melakukan kampanye global agar tidak bekerja sama dengan dengan Rusia.
“Penjualan (minyak) ini dipakai perang tidak sah di Ukraina,” kata Leonard kepada BenarNews.
Leonard menambahkan apa yang dilakukan oleh Greenpeace tersebut merupakan mandat yang diperoleh organisasi lingkungan tersebut untuk menciptakan perdamaian global.
Menurut dia, tindakan organisasinya tersebut mendapatkan reaksi positif secara global karena sebagian besar masyarakat internasional tidak menghendaki serangan militer Rusia di Ukraina tersebut.
Leonard menuduh Pertamina membeli minyak mentah dari Rusia hanya semata karena harganya murah.
“Pembelian minyak oleh Pertamina tidak etis karena terjadi di atas penderitaan bangsa lain. Artinya (Pertamina) ikut membiayai perang tidak sah. Apa perlu beli minyak dari negara agresor hanya karena banting harga,” kata Leonard.
Sumber Pertamina membantah bahwa perusahaan membeli minyak mentah dari Rusia dan mengatakan bahwa Pertamina hanya terlibat dalam menyewakan kapal tanker kepada Trafigura.
“Kami belum membeli minyak dari Rusia,” kata dia seraya menambahkan bahwa sejauh ini Indonesia mengimpor minyak mentah dari Arab Saudi sebagai bagian dari program ketahanan energi nasional.
Namun, kata Leonard, dirinya menyampaikan penilaiannya tersebut tidak hanya mengacu pada kasus penghadangan kapal tanker milik Pertamina di Denmark tapi juga atas pernyataan direktur utama perusahaan dalam dengar pendapat dengan DPR pada 28 Maret lalu.
Dalam rapat dengar pendapat tersebut Pertamina menyatakan siap membuka peluang impor terhadap minyak Rusia, meskipun sejumlah negara Barat tengah melakukan embargo ekonomi atas invasi ke Ukraina.
“Pendekatan tengah dilakukan untuk pembelian minyak murah itu,” kata Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati dalam rapat dengan DPR tersebut.
Keinginan Pertamina ini muncul di tengah laporan Rusia sedang mencari pasar baru di Asia Tenggara setelah boikot dari Amerika dan rencana dari negara-negara Eropa untuk mengurangi ketergantungan atas Rusia dalam penyediaan minyak dan gas.
Nicke mengatakan Pertamina telah berkoordinasi dengan pihak terkait mengenai rencana, termasuk Kementerian Luar Negeri dan Bank Indonesia.
Sebagian analis melihat rencana Indonesia untuk membeli minyak Rusia sebagai “sangat oportunistis”.
Meski Indonesia sendiri merupakan produsen minyak, Indonesia merupakan negara pengimpor minyak net, yang berarti impor lebih besar dari ekspor.
Indonesia keluar dari OPEC pada tahun 2009 karena status sebagai net importer minyak. Pada 2016, pemerintah Joko “Jokowi” Widodo memutuskan untuk kembali sebagai anggota OPEC, tapi kembali keluar pada akhir tahun yang sama.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov pada pekan lalu menegaskan putusnya pesanan pasokan minyak Rusia oleh Barat akan digantikan oleh kontrak dengan negara di Asia Tenggara.
Komisi Eropa merencanakan agar negara Uni Eropa mengurangi ketergantungan pada pasokan gas Rusia sebesar 67% pada akhir tahun ini karena situasi di Ukraina. (Dandy Koswaraputra| BenarNews)