Leo Imbiri Tegaskan Peran Masyarakat Adat Papua Wujudkan Pilkada Aman Damai
JAYAPURA, LELEMUKU.COM - Sekretaris Jenderal Dewan Adat Papua, Leo Imbiri menyampaikan bahwa masyarakat adat memiliki peran krusial dalam memastikan pelaksanaan PIlkada 2024 berjalan lancar. Hal ini ia sampaikan saat menjadi narasumber pada kegiatan Rapat Koordinasi Dengan Stakeholder “Launching Pemetaan Kerawanan Pemilihan 2024 di Provinsi Papua” yang digelar oleh Bawaslu Provinsi Papua pada Selasa (17/08/24).
Dalam pemaparannya ia menyampaikan masyarakat adat berperan dalam melakukan sosialisasi dan edukasi di wilayahnya.
“Peran masyarakat adat tidak akan terlepas dari konteks Papua. Masyarakat adat dapat menjalankan peran edukasi. Mereka dapat menjadi agen penyuluhan dan edukasi. Mereka dapat menyebarkan informasi tentang proses pemilihan, hak-hak pemilih, dan tugas-tugas pengawasan kepada warga di lingkungan mereka,” ujar Leo.
Lebih lanjut ia menyampaikan keterlibatan masyarakat adat dalam pengawasan partisipatif membantu memastikan integritas pemilu di tingkat lokal. Mereka dapat mengawasi proses pendaftaran calon, kampanye, dan pemungutan suara di wilayah adat mereka. Sebagai bagian dari pengawasan partisipatif, masyarakat adat dapat melaporkan pelanggaran yang terjadi selama Pilkada, mulai dari politik uang, penyebaran hoaks, atau tindakan yang merugikan proses demokrasi.
Sifat masyarakat adat yang masih menjunjung tinggi nilai budaya juga berperan penting dalam menegakkan integritas pengawas partisipatif. Masyarakat adat sering memiliki nilai-nilai kearifan lokal yang menghargai kejujuran, keadilan, dan partisipasi aktif. Komitmen mereka terhadap nilai-nilai ini dapat memperkuat pengawasan partisipatif.
Disamping itu ia juga menyampaikan keberadaan masyarakat adat juga dapat menjadi faktor dalam kerawanan pelaksanaan pilkada. Ia menyampaikan saat ini banyak kasus masyarakat adat menolak calon yang bukan merupakan warga asli daerah tersebut.
“Saya pikir menjelang proses pencalonan ada beberapa pandangan yang telah disampaikan masyarakat adat baik terkait pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur maupun pemilihanBupati dan Wakil Bupati. Saat ini dalam proses pencalonan, kita melihat adanya demonstrasi sebagai bentuk penolakan tidak hanya terhadap calon-calon non asli Papua tapi juga calon di wilayah bersangkutan. Misalnya orang Biak tidak boleh jadi bupati Sarmi atau sebaliknya. Saya rasa ini termasuk kerawanan,” ujarnya.
Ia juga membagi masyarakat adat ke dalam 4 kelompok. Pertama kelompok yang apatis. Kelompok ini biasanya mengawasi hal-hal umum, misalnya apakah pilkada ini memberikan manfaat bagi mereka (masyarakat adat) atau tidak. Kelompok kedua adalah kelompok yang mau terlibat dalam pilkada namun dengan syarat, misalnya kelompok adat yang mau ikut memilih dalam Pilkada tapi harus ada calon yang agenda kampanyenya mengutamakan hak-hak mereka, misalnya soal pengelolaan hutan dan sebagainya.
Peran kelompok ini hanya menunggu dan menanti kebijakan dari kelompok yang bersangkutan.Kelompok ketiga adalah kelompok primordial suku. Ini sudah muncul sekarang. Ketika dewan adat papua melihat ada anak adat yang maju jadi kandidat, dia harus pergi ke sukunya untuk meminta izin dan mereka antar dia ke dewan adat agar mendapatkan restu. Terakhir ada kelompok oportunis. Kelompok ini akan menerimauang dari pihak manapun, namun dia akan menghitung jumlah uang yang diterima. Besaran uang yang mereka terima akan menentukan calon pilihannya. (Bawaslu Papua)