Tim Hukum Prabowo-Sandi Dinilai Tidak Uraikan Kesalahan Penghitungan Hasil Pilpres 2019
pada tanggal
Thursday, June 20, 2019
Edit
JAKARTA, LELEMUKU.COM - Berpedoman pada permohonan yang disampaikan pada 14 Juni 2019 oleh Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno (Pemohon), Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku termohon menyebut tidak terdapat uraian mengenai kesalahan penghitungan suara hasil pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019.
Di samping itu, pemohon tidak menyampaikan adanya penghitungan suara yang benar serta tuntutan bagi termohon untuk menyampaikan penghitungan suara yang benar tersebut. Demikian disampaikan oleh Ali Nurdin selaku kuasa hukum Termohon dalam sidang kedua penanganan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019 (PHP Presiden 2019) yang digelar pada Selasa (18/06/2019) di Ruang Sidang Pleno MK.
Lebih lanjut, Nurdin menyebutkan bahwa sesuai dengan Pasal 475 ayat (1) dan ayat (2) UU Pemilu menyatakan bahwa permohonan keberatan terhadap hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden hanya terhadap hasil penghitungan suara yang memengaruhi penentuan terpilihnya pasangan calon atau penentuan untuk dipilih kembali pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
“Hal ini kemudian penting karena apabila permohonan tidak memenuhi persyaratan, maka akan ada konsekuensi permohonan Pemohon tidak dapat diterima. Dengan tidak adanya dalil tersebut, telah menunjukkan Pemohon menerima hasil yang telah ditetapkan Termohon sehingga hal tersebut menjadi bukti bahwa Termohon tidak pernah melakukan manipulasi penghitungan perolehan suara yang merugikan Pemohon atau menguntungkan Pihak Terkait,” jelas Nurdin dalam sidang yang juga dihadiri oleh Ketua KPU Arief Budiman, Ketua Bawaslu RI Abhan, dan anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar.
Sikap Menolak
Dalam sidang lanjutan perkara yang teregistrasi dengan Nomor 01/PHPU-PRES/XVII/2019 ini, Nurdin pun menyampaikan bahwa terkait dengan pokok-pokok permohonan yang telah diajukan Pemohon dalam sidang pendahuluan pada 14 Juni 2019 lalu, Termohon menyatakan sikap menolak secara tegas perbaikan permohonan yang disampaikan secara terbuka oleh Pemohon. Penolakan tersebut, tambahnya, merupakan sikap tegas Termohon terhadap hukum beracara MK yang termaktub pada ketentuan Peraturan MK Nomor 5 Tahun 2019 tentang Tahapan, Kegiatan, dan Jadwal Penyelesaian Perselisihan Pemilihan Umum.
“Dalam rangka menjaga ketertiban umum, kepastian hukum, dan rasa keadilan bagi semua pihak bahwa perbaikan yang disampaikan Pemohon memiliki dalil permohonan yang berbeda, baik dalam posita maupun petitum. Sehingga, dapat dikategorikan sebagai permohonan yang baru. Maka perbaikan permohonan haruslah tidak dapat dijadikan pedoman pemeriksaan,” jelas Nurdin.
Terkait dengan dalil adanya kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang ditujukan pada Termohon, Nurdin menjelaskan bahwa Pemohon tidak menjelaskan secara rinci di mana, kapan, dan bagaimana terjadinya pelanggaran kecurangan serta pengaruh dari hal tersebut bagi perolehan suara dari Pemohon. Untuk itu, ia menilai unsur TSM yang disampaikan pada permohonan hanya sebatas uraian umum yang tak berlandaskan bukti jelas.
Narasi Kecurangan
Pada kesempatan yang sama, I Wayan Sudirta selaku salah satu kuasa hukum Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin selaku Pihak Terkait, menolak seluruh dalil yang disampaikan Pemohon.
Menurut Wayan, pada prinsipnya dalil yang disampaikan Pemohon lebih bersifat asumtif dan tidak dapat terukur secara pasti bagaimana dampaknya bagi perolehan suara dalam Pilpres 2019. “Karena itu dalil Pemohon tidak berlandas hukum. Bahkan cenderung dipaksakan untuk membangun narasi kecurangan,” jelas Wayan dalam keterangan lanjutan Pihak Terkait yang sebelumnya diuraikan oleh Yusril Ihza Mahendra.
Berdasarkan Surat Keputusan Termohon, lanjut Wayan, penetapan hasil Pilpres 2019 menyatakan perolehan suara di tingkat nasional dan penetapannya bagi masing-masing calon adalah Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin adalah 85.607.362 suara (55,50%), sementara Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno adalah 68.605.239 suara (44,50%).
“Jadi, ada selisih yang mencapai 11%. Sehingga untuk dapat dinyatakan sebagai calon terpilih, Pemohon harus dapat membuktikan hasil perolehan adalah lebih dari 50% dari jumlah suara dalam pilpres atau sekurang-kurangnya memperoleh 77.128.801 suara. Namun, Pemohon tidak mendalilkan perolehan suaranya,” urai Wayan.
Terkait dengan beberapa diskriminasi yang didalilkan Pemohon, seperti permasalahan DPT, rekapitulasi perolehan hasil Pilpres dalam sistem penghitungan KPU, dan hilangnya dokumen C7, Wayan menjelaskan bahwa Pemohon seharusnya tidak menjabarkan hanya dalam bentuk narasi kualitatif saja. Namun, Pemohon juga wajib menjelaskan secara jelas apa, kapan, bagaimana, di mana, dan siapa yang telah berbuat curang sehingga pelanggaran sebuah terjadi.
Pelanggaran Pemilu
Selanjutnya, berkaitan dengan dalil Pemohon yang menyampaikan adanya ketidaknetralan aparatur negara, polisi, dan intelijen, Ketua Bawaslu Abhan menyampaikan pihaknya telah melakukan pencegahan atas hal ini dengan menginisiasi kerja sama yang dituangkan dalam MoU pada 23 Maret 2019 lalu.
Sedangkan mengenai contoh kasus dari dalil yang didalilkan Pemohon bahwa adanya kepala desa yang memberikan dukungan secara terbuka bagi Paslon 01 di Jawa Barat, Abhan menyebutkan pula Kepala Desa Cimaremei, Garut, tersebut terbukti secara sah melakukan tindak pidana pemilu dan divonis hukuman dua bulan penjara.
Berikutnya, ia juga menyampaikan adanya dugaan pelanggaran administrasi pemilu yang dialkuakn aparatur negara yakni Menteri Desa Tertinggal. Dengan pendalaman Bawaslu, pihaknya telah menemukan pembuktian tokoh tersebut terbukti tidak memiliki izin cuti saat melakukan dukungan. “Bawaslu dalam pengawasannya memberikan teguran kepada Terlapor. Hal ini adalah bentuk konsistensi Bawaslu dalam penegakan hukum pelaksanaan pemilu,” terang Abhan.
Terkait dengan adanya dalil Pemohon yang menyatakan agenda peresmian sarana publik yang dilakukan Paslon 01 untuk agenda politik, Abhan menegaskan bahwa tidak ada laporan yang diterima pihaknya atas hal tersebut. Adapun terkait dengan adanya kesalahan pendataan pada Situng KPU, Bawaslu pun telah menyampaikan agar KPU melakukan pemutakhiran terhadap DPT.
Sebelum menutup persidangan, Anwar menyampaikan bahwa pada Rabu – Jumat (19 – 21/06/2019) mendatang akan digelar sidang pemeriksaan, yakni mendengarkan keterangan 15 Saksi dan 2 Ahli dari masing-masing pihak. Untuk itu, diharapkan setiap pihak dapat menyampaikan daftar dan identitas Saksi dan Ahli sebelum dilakukannya sidang berikutnya.
Sebelumnya pada sidang perdana yang digelar Jum’at (14/6/2019) silam, Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno selaku Pemohon mendalilkan adanya kecurangan yang bersifat terstruktur, masif, dan sistematis dalam pelaksanaan Pilpres 2019. Selain itu, Pemohon menyampaikan pokok-pokok permohonan, di antaranya cacat formil persyaratan calon wakil presiden Nomor Urut 01 Ma’aruf Amin yang sejak pencalonan hingga sidang pendahuluan digelar masih berstatus pejabat BUMN.
Kemudian, Pemohon juga mendalilkan cacat materiil Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 01 Joko Widodo dan Ma’ruf Amin selaku Pihak Terkait atas penggunaan dana kampanye yang diduga berasal dari sumber fiktif; serta kecurangan lainnya yang telah dilakukan Pihak Terkait dalam Pilpres 2019 yang telah digelar pada 17 April 2019 lalu. (HumasMK)
Di samping itu, pemohon tidak menyampaikan adanya penghitungan suara yang benar serta tuntutan bagi termohon untuk menyampaikan penghitungan suara yang benar tersebut. Demikian disampaikan oleh Ali Nurdin selaku kuasa hukum Termohon dalam sidang kedua penanganan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019 (PHP Presiden 2019) yang digelar pada Selasa (18/06/2019) di Ruang Sidang Pleno MK.
Lebih lanjut, Nurdin menyebutkan bahwa sesuai dengan Pasal 475 ayat (1) dan ayat (2) UU Pemilu menyatakan bahwa permohonan keberatan terhadap hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden hanya terhadap hasil penghitungan suara yang memengaruhi penentuan terpilihnya pasangan calon atau penentuan untuk dipilih kembali pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
“Hal ini kemudian penting karena apabila permohonan tidak memenuhi persyaratan, maka akan ada konsekuensi permohonan Pemohon tidak dapat diterima. Dengan tidak adanya dalil tersebut, telah menunjukkan Pemohon menerima hasil yang telah ditetapkan Termohon sehingga hal tersebut menjadi bukti bahwa Termohon tidak pernah melakukan manipulasi penghitungan perolehan suara yang merugikan Pemohon atau menguntungkan Pihak Terkait,” jelas Nurdin dalam sidang yang juga dihadiri oleh Ketua KPU Arief Budiman, Ketua Bawaslu RI Abhan, dan anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar.
Sikap Menolak
Dalam sidang lanjutan perkara yang teregistrasi dengan Nomor 01/PHPU-PRES/XVII/2019 ini, Nurdin pun menyampaikan bahwa terkait dengan pokok-pokok permohonan yang telah diajukan Pemohon dalam sidang pendahuluan pada 14 Juni 2019 lalu, Termohon menyatakan sikap menolak secara tegas perbaikan permohonan yang disampaikan secara terbuka oleh Pemohon. Penolakan tersebut, tambahnya, merupakan sikap tegas Termohon terhadap hukum beracara MK yang termaktub pada ketentuan Peraturan MK Nomor 5 Tahun 2019 tentang Tahapan, Kegiatan, dan Jadwal Penyelesaian Perselisihan Pemilihan Umum.
“Dalam rangka menjaga ketertiban umum, kepastian hukum, dan rasa keadilan bagi semua pihak bahwa perbaikan yang disampaikan Pemohon memiliki dalil permohonan yang berbeda, baik dalam posita maupun petitum. Sehingga, dapat dikategorikan sebagai permohonan yang baru. Maka perbaikan permohonan haruslah tidak dapat dijadikan pedoman pemeriksaan,” jelas Nurdin.
Terkait dengan dalil adanya kecurangan yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang ditujukan pada Termohon, Nurdin menjelaskan bahwa Pemohon tidak menjelaskan secara rinci di mana, kapan, dan bagaimana terjadinya pelanggaran kecurangan serta pengaruh dari hal tersebut bagi perolehan suara dari Pemohon. Untuk itu, ia menilai unsur TSM yang disampaikan pada permohonan hanya sebatas uraian umum yang tak berlandaskan bukti jelas.
Narasi Kecurangan
Pada kesempatan yang sama, I Wayan Sudirta selaku salah satu kuasa hukum Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin selaku Pihak Terkait, menolak seluruh dalil yang disampaikan Pemohon.
Menurut Wayan, pada prinsipnya dalil yang disampaikan Pemohon lebih bersifat asumtif dan tidak dapat terukur secara pasti bagaimana dampaknya bagi perolehan suara dalam Pilpres 2019. “Karena itu dalil Pemohon tidak berlandas hukum. Bahkan cenderung dipaksakan untuk membangun narasi kecurangan,” jelas Wayan dalam keterangan lanjutan Pihak Terkait yang sebelumnya diuraikan oleh Yusril Ihza Mahendra.
Berdasarkan Surat Keputusan Termohon, lanjut Wayan, penetapan hasil Pilpres 2019 menyatakan perolehan suara di tingkat nasional dan penetapannya bagi masing-masing calon adalah Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 01 Joko Widodo-Ma’ruf Amin adalah 85.607.362 suara (55,50%), sementara Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno adalah 68.605.239 suara (44,50%).
“Jadi, ada selisih yang mencapai 11%. Sehingga untuk dapat dinyatakan sebagai calon terpilih, Pemohon harus dapat membuktikan hasil perolehan adalah lebih dari 50% dari jumlah suara dalam pilpres atau sekurang-kurangnya memperoleh 77.128.801 suara. Namun, Pemohon tidak mendalilkan perolehan suaranya,” urai Wayan.
Terkait dengan beberapa diskriminasi yang didalilkan Pemohon, seperti permasalahan DPT, rekapitulasi perolehan hasil Pilpres dalam sistem penghitungan KPU, dan hilangnya dokumen C7, Wayan menjelaskan bahwa Pemohon seharusnya tidak menjabarkan hanya dalam bentuk narasi kualitatif saja. Namun, Pemohon juga wajib menjelaskan secara jelas apa, kapan, bagaimana, di mana, dan siapa yang telah berbuat curang sehingga pelanggaran sebuah terjadi.
Pelanggaran Pemilu
Selanjutnya, berkaitan dengan dalil Pemohon yang menyampaikan adanya ketidaknetralan aparatur negara, polisi, dan intelijen, Ketua Bawaslu Abhan menyampaikan pihaknya telah melakukan pencegahan atas hal ini dengan menginisiasi kerja sama yang dituangkan dalam MoU pada 23 Maret 2019 lalu.
Sedangkan mengenai contoh kasus dari dalil yang didalilkan Pemohon bahwa adanya kepala desa yang memberikan dukungan secara terbuka bagi Paslon 01 di Jawa Barat, Abhan menyebutkan pula Kepala Desa Cimaremei, Garut, tersebut terbukti secara sah melakukan tindak pidana pemilu dan divonis hukuman dua bulan penjara.
Berikutnya, ia juga menyampaikan adanya dugaan pelanggaran administrasi pemilu yang dialkuakn aparatur negara yakni Menteri Desa Tertinggal. Dengan pendalaman Bawaslu, pihaknya telah menemukan pembuktian tokoh tersebut terbukti tidak memiliki izin cuti saat melakukan dukungan. “Bawaslu dalam pengawasannya memberikan teguran kepada Terlapor. Hal ini adalah bentuk konsistensi Bawaslu dalam penegakan hukum pelaksanaan pemilu,” terang Abhan.
Terkait dengan adanya dalil Pemohon yang menyatakan agenda peresmian sarana publik yang dilakukan Paslon 01 untuk agenda politik, Abhan menegaskan bahwa tidak ada laporan yang diterima pihaknya atas hal tersebut. Adapun terkait dengan adanya kesalahan pendataan pada Situng KPU, Bawaslu pun telah menyampaikan agar KPU melakukan pemutakhiran terhadap DPT.
Sebelum menutup persidangan, Anwar menyampaikan bahwa pada Rabu – Jumat (19 – 21/06/2019) mendatang akan digelar sidang pemeriksaan, yakni mendengarkan keterangan 15 Saksi dan 2 Ahli dari masing-masing pihak. Untuk itu, diharapkan setiap pihak dapat menyampaikan daftar dan identitas Saksi dan Ahli sebelum dilakukannya sidang berikutnya.
Sebelumnya pada sidang perdana yang digelar Jum’at (14/6/2019) silam, Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno selaku Pemohon mendalilkan adanya kecurangan yang bersifat terstruktur, masif, dan sistematis dalam pelaksanaan Pilpres 2019. Selain itu, Pemohon menyampaikan pokok-pokok permohonan, di antaranya cacat formil persyaratan calon wakil presiden Nomor Urut 01 Ma’aruf Amin yang sejak pencalonan hingga sidang pendahuluan digelar masih berstatus pejabat BUMN.
Kemudian, Pemohon juga mendalilkan cacat materiil Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 01 Joko Widodo dan Ma’ruf Amin selaku Pihak Terkait atas penggunaan dana kampanye yang diduga berasal dari sumber fiktif; serta kecurangan lainnya yang telah dilakukan Pihak Terkait dalam Pilpres 2019 yang telah digelar pada 17 April 2019 lalu. (HumasMK)