Portal Medis China Disensor setelah Ragukan Kemanjuran Obat COVID
pada tanggal
Friday, August 12, 2022
Edit
BEIJING, LELEMUKU.COM - Sebuah situs informasi medis China yang populer telah disensor pihak berwenang karena dianggap melanggar hukum dan peraturan terkait. Penyensoran itu diberlakukan beberapa bulan setelah diterbitkannya sebuah artikel yang mengkritik obat herbal COVID-19 yang didukung pemerintah.
DXY, yang salah satu investornya adalah raksasa teknologi Tencent, sebelumnya mempertanyakan nilai Lianhua Qingwen, obat herbal yang dipasarkan untuk demam dan sakit tenggorokan, sebagai obat COVID-19.
Pemerintah China menyetujui Lianhua Qingwen yang terbuat dari ramuan bahan-bahan seperti biji kamperfuli dan aprikot sebagai obat COVID-19 pada tahun 2020, dan didistribusikan ke penduduk Shanghai selama wabah tahun ini.
Artikel DXY adalah bagian dari gelombang laporan yang menyebabkan saham produsen Lianhua Qingwen, salah satu dari perusahaan obat tradisional terbesar di China, jatuh terpuruk.
Situs web tersebut sekarang telah dilarang memposting di setidaknya lima akun media sosial Weibo-nya, dengan pemberitahuan di bagian atas halaman resminya yang mengatakan bahwa karena "pelanggaran hukum dan peraturan terkait, pengguna ini saat ini dilarang memposting".
Akun WeChat resmi DXY, yang biasanya menerbitkan beberapa artikel sehari tentang topik medis, belum diperbarui sejak Senin.
Pemberitahuan Weibo tidak merinci peraturan mana yang telah dilanggar oleh DXY, yang sejauh ini belum menanggapi permintaan komentar AFP.
Pemerintah China semakin mempromosikan pengobatan tradisional di dalam dan luar negeri dalam beberapa tahun terakhir, seringkali dengan nada nasionalistis.
Liputan-liputan DXY memicu kritik karena dianggap menarget pengobatan tradisional China untuk mempromosikan obat-obatan Barat.
Amerika Serikat dan negara-negara lain telah memperingatkan bahwa tidak ada bukti bahwa Lianhua Qingwen efektif mencegah atau menyembuhkan COVID-19, bahkan ketika obat itu semakin dipromosikan oleh otoritas pemerintah di China dan Hong Kong. (VOA)