-->

Mohammad Shtayyeh Sebut Solusi Dua Negara Masih Bisa Diwujudkan


JAKARTA, LELEMUKU.COM - Solusi dua negara dalam upaya menyelesaikan konflik Palestina-Israel menjadi konsensus dunia Arab, negara-negara muslim, dan masyarakat internasional selama bertahun-tahun. Namun, kenyataannya, sampai sekarang, adanya negara Palestina merdeka dan berdaulat belum juga terwujud.

Meski demikian, dalam jumpa pers di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (25/10) Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh menyatakan masih meyakini solusi dua negara masih mungkin diwujudkan. Solusi dua negara ini berisi tiga poin, yakni Palestina adalah wilayah sebelum Perang Enam Hari 1967; ibu kota Palestina adalah Yerusalem Timur; dan pengungsi Palestina memiliki hak untuk kembali ke wilayahnya.

Mohammad Shtayyeh menjelaskan Israel melakukan percepatan program kolonisasi di Tepi Barat, di mana saat ini terdapat sekitar 751 ribu pemukim Yahudi di 285 permukiman. Dia mengakui ratusan ribu pemukim yahudi itu merupakan ancaman sangat serius bagi upaya solusi dua negara.

"Solusi dua negara masih mungkin dicapai karena sudah bertahun-tahun semua faksi politik di Palestina telah menyepakati bahwa solusi dua negara dengan batas sebelum Perang 1967 adalah yang ingin kira raih, dengan hak pengungsi Palestina untuk kembali, dan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara Palestina nantinya," kata Shtayyeh.

Namun, katanya, Israel secara sistematis menghancurkan peluang tercapainya solusi dua negara.

Dia menegaskan Palestina dan masyarakat internasional berupaya untuk menghentikan agresi Israel di tanah dan wilayah Palestina. Dia menambahkan solusi dua negara masih mungkin terjadi jika Palestina memiliki mitra di Israel.

Namun sayangnya, lanjutnya, pemerintahan Israel sekarang bukanlah mitra untuk mencapai solusi dua negara. Yang ingin didengar oleh bangsa Palestina adalah pernyataan perdana menteri Israel secara terbuka untuk mengakhiri penjajahan atas semua wilayah Palestina.

Pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia Yon Machmudi mengatakan solusi dua negara masih relevan untuk konflik Palestina dan Israel. Sebab eksistensi keduanya perlu diakui dan hak Palestina untuk merdeka perlu diakomodasi karena kalau tidak, akan terus menimbulkan masalah berkepanjangan.

Di Israel sendiri, lanjutnya, juga muncul kebutuhan untuk menciptakan perdamaian melalui solusi dua negara.

"Saya kira (ada) hambatan dari internal negara Israel (untuk mencapai solusi dua negara). Israel belum bisa mengakui Palestina sebagai satu negara yang merdeka secara penuh," ujar Yon kepada VOA.

Namun, kata Yon, hal mengejutkan terjadi dalam pidato Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa bulan lalu. Perdana Menteri Israel Yair Lapid menyatakan mendukung solusi dua negara meski dia tidak menyebutkan kapan perundingan damai dengan Palestina akan digulirkan lagi.

Dia masih optimistis solusi dua negara dapat dicapai jika kelompok radikal konservatif tidak berkuasa di Israel. Selain itu, Palestina lebih memilih jalan negosiasi dan bukan perlawanan bersenjata.

Yon mengatakan karena Indonesia hanya mengakui Palestina, maka Indonesia harus meyakinkan kepada Palestina bahwa satu-satunya jalan untuk mendapatkan kemerdekaan adalah melalui jalan perundingan dan perdamaian. Di samping itu, negara-negara lainnya mesti mendorong Israel supaya berkomitmen terhadap solusi dua negara.

Lobi-lobi internasional tambahnya harus terus diperkuat untuk mendorong Palestina dan Israel kembali ke meja perundingan. (VOA)

Recent Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel