-->

Demi Penelitan dan Medis, PBB Hapus Status Ganja dari Daftar Narkotika

Demi Penelitan dan Medis, PBB Hapus Status Ganja dari Daftar Narkotika.lelemuku.com.jpg

NEW YORK, LELEMUKU.COM - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memutuskan untuk menghapuskan ganja atau mariyuana dari daftar narkotika atau obat terlarang paling berbahaya di dunia. Keputusan ini untuk mengantisipasi, sekaligus membuka jalan bagi perluasan penelitian ganja dan penggunaan medis.

Keputusan ini diambil setelah dilakukan pemungutan suara oleh Komisi Obat Narkotika, yang berbasis di Wina dan berisi 53 negara anggota. Komisi ini mempertimbangkan rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO tentang reklasifikasi ganja dan turunannya.

Mengutip dari New York Times, Kamis, 3 Desember 2020, para ahli mengatakan bahwa pemungutan suara tidak akan berdampak langsung pada pelonggaran kontrol internasional dalam penggunaan ganja lebih lanjut. Pasalnya, pemerintah masih memiliki yurisdiksi tentang bagaimana mengklasifikasikan ganja.

Meski begitu, banyak negara melihat ke konvensi global sebagai pedoman, dan pengakuan PBB adalah kemenangan simbolis bagi para pendukung perubahan kebijakan narkoba yang mengatakan bahwa hukum internasional sudah ketinggalan zaman. "Ini adalah kemenangan besar dan bersejarah bagi kami, kami tidak bisa berharap lebih," kata Kenzi Riboulet-Zemouli, seorang peneliti independen untuk kebijakan narkoba.

Dia mengatakan bahwa ganja telah digunakan untuk pengobatan dan keputusan pada hari Rabu menjadi pintu untuk mendukung ganja digunakan dalam medis. Perubahan tersebut kemungkinan besar akan mendukung penelitian medis dan upaya legalisasi di seluruh dunia.

Sementara itu, Wakil Presiden di Canopy Growth, Dirk Heitepriem, menyebutkan bahwa pemungutan suara di PPB merupakan langkah maju yang besar. Karena hal itu sama dengan mengakui dampak positif ganja pada pasien.

“Kami berharap ini akan memberdayakan lebih banyak negara untuk membuat kerangka kerja yang memungkinkan pasien yang membutuhkan untuk mendapatkan akses ke pengobatan,” kata Heitepriem.

Dalam kajiannya terhadap sejumlah rekomendasi WHO atas penggunaan mariyuana atau ganja dan turunannya, Komisi PBB untuk Narkotika dan Obat-obatan Terlarang (CND) memutuskan mencabut zat psikoaktif itu dari Lampiran IV, Konvensi 1961 tentang Narkotika dan Obat-obatan. 

Selama 59 tahun sebelum rapat voting itu dilakukan pada Rabu, 3 Desember 2020, ganja masih digolongkan dalam jenis opium adiktif berbahaya, termasuk heroin.

Ke-53 negara anggota CND mengambil suara terbanyak setelah isi lampiran itu bahkan melarang penggunaan ramuan bunga kering jenis tanaman Cannabis sativa ini untuk tujuan medis. Hasil voting lalu ke luar dengan 27 anggota setuju pencabutan, 25 menolak dan satu abstain. Dengan hasil itu CND membuka pintu untuk negara-negara mengakui potensi terapi dan medis dari zat yang masih luas digunakan namun secara ilegal sebagai obat rekreasi itu.

Lebih jauh, keputusan terbaru bisa mendorong riset ilmiah tambahan terhadap khasiat medis yang selama ini dikenal dari tanaman ganja. Riset akan berperan sebagai katalis untuk negara-negara melegalisasi obatnya untuk medis, dan mengkaji ulang hukumnya tentang fungsi rekreasional dari ganja atau mariyuana.

Pada Januari 2019, WHO telah mengungkap enam rekomendasi baru seputar lampiran soal ganja dalam aturan pengendalian obat PBB. Awalnya, rekomendasi-rekomendasi itu hendak dibawa ke dalam voting pada rapat CND Maret 2019, tapi banyak negara anggota meminta waktu tambahan untuk mempelajari dorongan buat voting itu dan menegaskan terlebih dahulu posisi mereka.

Di antara banyak poin baru WHO, mereka mengklarifikasi kalau cannabidiol (CBD) –sebuah senyawa nonracun–bukanlah subyek kontrol internasional. CBD sebaliknya disebut telah berperan besar dalam terapi pemulihan beberapa tahun terakhir, dan melahirkan sebuah industri baru bernilai miliaran dollar.

Belum lama ini, lebih dari 50 negara telah mengadopsi program ganja untuk medis. Beberapa negara seperti Kanada, Uruguay, dan 15 negara bagian di Amerika Serikat sudah langsung melegalkannya untuk kegunaan rekreasional. Meksiko dan Luxembourg sepertinya akan menjadi negara ketiga dan empat yang mendukungnya pula

Setelah voting Rabu lalu, beberapa negara langsung mengutarakan posisinya. Ekuador, misalnya, mendukung seluruh rekomendasi terbaru WHO. Negara ini termasuk yang mendesak produksi, penjualan dan penggunaan ganja segera memiliki kerangka kerja regulasi. "Yang menjamin praktik baik, kualitas, serta pengembangan inovasi dan risetnya."

Sementara itu, Amerika Serikat memberi suaranya setuju mencabut ganja dari Schedule IV of the Single Convention tersebut, namun mempertahankan isi Lampiran I. Bagian ini menyatakan cannabis atau ganja memberi ancaman risiko kesehatan publik dan karenanya seharusnya terus dikendalikan di bawah konvensi kontrol obat internasional.

Voting itu melawan, di antaranya, pendapat Cile bahwa ada hubungan langsung antara penggunaan ganja dan meningkatnya peluang depresi, defisit kognitif, rasa cemas, gejala psikotik. Sedang Jepang menyatakan penggunaan non medis dari ganja, "Mungkin akan melambungkan dampak negatif untuk kesehatan dan sosial, terutama di antara anak muda." (Tempo)

Recent Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

Iklan Bawah Artikel